PKRB Kalvari
Thursday, 23 August 2012
Acara Agustus: Freedom Teenagers
Buat temen-temen yang Sabtu ini kosong dan punya interest di basket..... Kita punya acar seru buat para pebasket!
Dan buat yang lain, yang gak suka main basket, dateng aja! Kita punya banyak permainan lain yang pastinya seru! :D
Gak bakal nyesel, dan bisa nambah temen sesama pebasket atau temen lain. Kebersamaan nya oke bgt!
We will be very pleased if you guys may come :D
Gbu guys
Tuesday, 1 March 2011
renungan selasa, 2 maret 2011
Burj Khalifa | |
Bacaan hari ini: 1 Raja-raja 6:1-13 Ayat mas hari ini: 1 Raja-raja 6:12 Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 28-30 Burj Khalifa di kota Dubai, Uni Emirat Arab, adalah gedung tertinggi di dunia yang diresmikan pada 4 Januari 2010. Dibangun dengan dana mencapai kira-kira 13,5 triliun rupiah, gedung ini memiliki tinggi 828 meter dan terdiri dari 160 lantai. Konon karena tingginya yang luar biasa, gedung ini terlihat dari jarak 100 kilometer. Dan, dari puncak gedungnya kita dapat melihat negara Iran. Sungguh suatu pencapaian yang mengagumkan! Namun, jauh sebelum Burj Khalifa berdiri, manusia sudah pernah berusaha membangun gedung yang terbesar dan termegah. Dua di antaranya adalah menara Babel dan Bait Allah. Menara Babel didirikan tak lama setelah peristiwa air bah, sebagai usaha manusia untuk “mencari nama” bagi dirinya sendiri (Kejadian 11:1-9). Suatu lambang keangkuhan manusia yang ingin terlepas dari Allah. Di sisi lain, Bait Allah dibangun di Yerusalem sebagai simbol kehadiran Allah di tengah bangsa Israel. Kemegahannya mengingatkan manusia akan kemuliaan Tuhan. Kehadirannya mengingatkan bahwa bangsa Israel dibawa keluar dari Mesir untuk menjadi umat-Nya, menyatakan kemuliaan-Nya kepada semua bangsa.Dalam upaya kita mengejar keberhasilan dalam hidup, jangan sampai kita membangun Menara Babel, bukannya Bait Allah. Jangan sampai diri kita yang paling dipuji dan dimuliakan karena kejayaan pribadi. Namun, arahkan orang agar memuji Tuhan yang telah memberikannya. Ini dapat dilakukan dengan pertama-tama tidak malu mengakui iman kita. Lalu, menjadi saksi bahwa keberhasilan kita adalah anugerah-Nya semata, bukan kehebatan kita. Sehingga, yang layak dipuji bukanlah kita, melainkan Tuhan KESUKSESAN KITA ADALAH KESEMPATAN UNTUK SEMAKIN MEMULIAKAN TUHAN | |
Penulis: Alison Subiantoro Sumber : http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2011-03-02 |
renungan senin, 1 maret 2011
Perubahan | | |||
Bacaan hari ini: Roma 8:12-17 Ayat mas hari ini: Roma 8:15 Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 25-27 Ada sebuah lagu dengan isi liriknya demikian: Sedikit demi sedikit/Tiap hari tiap sifat/Yesus mengubahku/Sejak ku t’rima Dia/tumbuh dalam anugrah-Nya/Yesus mengubahku. Lagu ini mengajarkan sebuah kebenaran bahwa kita harus mengalami perubahan dalam hidup kita. Semakin hari kita harus terus berubah untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Dan, perubahan tersebut bukan hasil usaha kita, melainkan anugerah Yesus Kristus yang mengubah kita. Sejak kapan? Sejak kita menerima Dia sebagai Juru Selamat pribadi kita. Rasul Paulus—dalam suratnya kepada jemaat di Roma—sesungguhnya sudah mengingatkan kita akan hal ini. Sebagai anak Allah, kita harus memiliki sifat-sifat Allah. Caranya, kita harus terlebih dahulu menerima Roh Kudus (ayat 15). Lalu, hidup di dalam kuasa-Nya dan rela dipimpin Roh Kudus (ayat 13), dengan cara mematikan perbuatan dosa dalam hidup kita dan mengikuti bimbingan-Nya. Dan, yang terakhir sebagai ganjarannya kita akan diangkat menjadi ahli waris-Nya dan berhak menerima janji-janji-Nya. Kembali pada lagu di atas, bagian refrein dari lagu tersebut mengatakan demikian: Dia ubahku/Oh Juru S’lamat/Ku tidak seperti yang dulu lagi/Meskipun tampak lambat/Tapi ku tahu/Ku makin sempurna nanti. Ketika Tuhan mengubahkan hidup kita, maka kita tidak akan sama seperti dulu. Status kita sudah berubah. Sekarang kita adalah anak-anak Allah, karena itu hendaknya kita hidup sebagai anak-anak Allah. Perubahan itu bukan proses sekali jadi, tetapi kita harus yakin bahwa kita sedang menuju kesempurnaan sebagai anak Allah INTI DARI KEKRISTENAN ADALAH MENGALAMI PERUBAHAN SEMAKIN HARI SEMAKIN SEMPURNA SEPERTI KRISTUS | ||||
Penulis: Riand Yovindra sumbernya : http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2011-03-01 |
Monday, 28 February 2011
renungan senin, 28 februari 2011
Rajawali Membubung Tinggi | |||||
Bacaan hari ini: Yesaya 40:28-31 Ayat mas hari ini: Yesaya 40:31 Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 23-24 Apa rahasia orang belajar berenang? Bagaimana mungkin dengan berat badan yang tidak ringan, seseorang bisa mengapung di air, bahkan bergerak maju dengan pelbagai gaya? Satu prinsip awal berenang ialah belajar “percaya” pada air. Jika kita “menyerah” pada air, tubuh kita akan mengapung. Sebaliknya, jika kita “melawan” air, mengencangkan otot-otot sampai kaku, kita malah tenggelam. Itu kuncinya. Memercayakan diri kepada air. Ayat 31 melukiskan tentang rajawali yang membubung tinggi. Rajawali memang suka terbang tinggi, seperti dilukiskan di Perjanjian Lama. Ia terbang dan membuat sarang di ketinggian (Yeremia 49:16; Obaja 4). Ia bisa naik ke gunung Libanon; mengambil puncak pohon aras yang tinggi sekali (Yehezkiel 17:3). Padahal di ketinggian, angin berembus kuat. Bagaimana rajawali dapat terbang dengan begitu ringan dan tenang? Rupanya ia punya cara jitu. Daripada melawan angin, ia memanfaatkannya untuk bergerak bersama tiupan angin. Ia “memercayakan” diri pada dorongan angin untuk maju. Jadi, sebenarnya ia bukan terbang, melainkan melayang di ketinggian. Melayang bukan dengan kekuatannya sendiri, melainkan dorongan angin. Tatkala angin kesulitan hidup menghantam, apakah tanggapan kita? Mengeluh, mengaduh, geram, marah, berteriak, menuduh orang lain, menyalahkan Tuhan—itu yang lazim. Kita melawannya dengan kekuatan sendiri. Padahal percuma. Kita akan kelelahan. Terengah-engah dan frustrasi. Kesulitan yang kian besar justru harus menjadi “kendaraan” kita untuk kian berserah, memercayakan diri pada bimbingan Tuhan. Izinkan Roh-Nya membawa kita “melayang” di tengah embusan angin persoalan KETIKA TANTANGAN HIDUP MEMBESAR PERBESARLAH KEPERCAYAAN KITA KEPADA-NYA | |||||
Penulis: Pipi Agus Dhali SUMBER : http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2011-02-28 |
Tuesday, 2 November 2010
renungan rabu, 3 november 2010
Misionaris Domestik
Bacaan hari ini: Roma 10:8-14
Ayat mas hari ini: Roma 10:14
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 30-31; Filemon
Penduduk Indonesia saat ini sudah melewati angka 230 juta jiwa. Seiring dengan itu, jumlah misionaris yang melayani di Indonesia juga bertambah. Mengapa? Sebab hati mereka gelisah melihat begitu banyaknya jiwa di Indonesia belum mendengar kabar baik tentang Kristus—yang menyelamatkan manusia yang tak berdaya menyelamatkan dirinya sendiri. Saking besarnya keinginan mereka untuk menyampaikan Injil, para misionaris rela bersusah-susah belajar bahasa Indonesia, memahami dan beradaptasi dengan budaya dan tradisi yang kental, bahkan harus hidup bersama suku-suku tertentu dalam waktu yang tidak singkat. Satu tujuan besar yang melandasi tekad mereka: agar semua mendengar Injil.
Ayat-ayat di bacaan kita mengingatkan bahwa Allah kita adalah Tuhan bagi semua orang yang mau berseru kepada-Nya (ayat 12). Bahwa setiap orang yang berseru kepada-Nya akan diselamatkan. Namun agar orang selamat, maka ia harus mendengar (ayat 14). Dan tak ada suara dari langit yang akan diperdengarkan, melainkan dari mulut-mulut orang percaya yang telah lebih dulu diselamatkan, seperti para misionaris itu, dan kita.
Sebagai orang Indonesia, kita tentu sudah sangat fasih memakai bahasa kita sendiri, serta sudah sangat paham adat dan budaya yang berlaku di daerah kita tinggal. Singkatnya, kita memiliki modal yang jauh lebih banyak dibandingkan para misionaris yang memberi diri itu. Akan tetapi, sudahkah kita menyampaikan kabar tentang Kristus pada orang-orang di sekitar kita tinggal? Sudahkah mereka mendengarnya dari kita? Tuhan menolong setiap hamba yang mau bekerja bagi-Nya.
KITA TURUT BERTANGGUNG JAWAB ATAS KESELAMATAN MEREKA
KHUSUSNYA YANG BERBAHASA SAMA DENGAN KITA
Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-11-03
Bacaan hari ini: Roma 10:8-14
Ayat mas hari ini: Roma 10:14
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 30-31; Filemon
Penduduk Indonesia saat ini sudah melewati angka 230 juta jiwa. Seiring dengan itu, jumlah misionaris yang melayani di Indonesia juga bertambah. Mengapa? Sebab hati mereka gelisah melihat begitu banyaknya jiwa di Indonesia belum mendengar kabar baik tentang Kristus—yang menyelamatkan manusia yang tak berdaya menyelamatkan dirinya sendiri. Saking besarnya keinginan mereka untuk menyampaikan Injil, para misionaris rela bersusah-susah belajar bahasa Indonesia, memahami dan beradaptasi dengan budaya dan tradisi yang kental, bahkan harus hidup bersama suku-suku tertentu dalam waktu yang tidak singkat. Satu tujuan besar yang melandasi tekad mereka: agar semua mendengar Injil.
Ayat-ayat di bacaan kita mengingatkan bahwa Allah kita adalah Tuhan bagi semua orang yang mau berseru kepada-Nya (ayat 12). Bahwa setiap orang yang berseru kepada-Nya akan diselamatkan. Namun agar orang selamat, maka ia harus mendengar (ayat 14). Dan tak ada suara dari langit yang akan diperdengarkan, melainkan dari mulut-mulut orang percaya yang telah lebih dulu diselamatkan, seperti para misionaris itu, dan kita.
Sebagai orang Indonesia, kita tentu sudah sangat fasih memakai bahasa kita sendiri, serta sudah sangat paham adat dan budaya yang berlaku di daerah kita tinggal. Singkatnya, kita memiliki modal yang jauh lebih banyak dibandingkan para misionaris yang memberi diri itu. Akan tetapi, sudahkah kita menyampaikan kabar tentang Kristus pada orang-orang di sekitar kita tinggal? Sudahkah mereka mendengarnya dari kita? Tuhan menolong setiap hamba yang mau bekerja bagi-Nya.
KITA TURUT BERTANGGUNG JAWAB ATAS KESELAMATAN MEREKA
KHUSUSNYA YANG BERBAHASA SAMA DENGAN KITA
Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-11-03
renungan selasa, 2 november 2010
Memberi Tanpa Pamrih
Bacaan hari ini: Lukas 6:34-36
Ayat mas hari ini: Lukas 6:36
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 27-29; Titus 3
Di sebuah lembah sebelah utara pegunungan Alpen, Jerman, ada sebuah biara terkenal, namanya Maulbronn. Sejarah panjangnya bisa ditelusuri sejak tahun 1147. Pada 1993, oleh UNESCO, tempat tersebut diangkat sebagai salah satu warisan budaya dunia. Salah satu yang terkenal dari biara ini adalah sebuah mata air yang keluar dari sisi sebuah bukit. Aliran air tersebut dialirkan melalui sebatang pohon yang sudah terlebih dahulu dikosongkan, sehingga berbentuk pipa. Batangan pohon tersebut bersambung dengan batangan pohon lain. Begitu seterusnya. Derasnya aliran air membuat suara gemericik air menjadi salah satu atraksi tersendiri di sana.
Di samping rangkaian batang pohon itu terdapat sebuah tulisan dalam bahasa Jerman, yang artinya: “Jika ada orang yang datang dan meminum air ini, apakah mereka akan berterima kasih? Tetapi, tidak apa-apa, bagaimanapun saya akan terus mengalir dan bergemericik. Betapa indah dan sederhananya hidup saya: saya memberi dan terus memberi.”
Berbuat baik kepada sesama tanpa memperhitungkan balas jasa atau pun ucapan terima kasih adalah salah satu aspek dari kemurahan hati. Dan, murah hati (bahasa Yunani: eleemon) adalah salah satu karakter Bapa. Dia berbuat baik kepada orang yang tidak tahu berterima kasih, bahkan juga kepada yang jahat (ayat 35). Tuhan ingin kita, para pengikut-Nya, mempunyai kualitas hidup “lebih” dari yang biasa—kalau kita hanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, apalah istimewanya? Maka, perlu kita bercermin kepada kemurahan hati Bapa; yang memberi tanpa pamrih, berbagi tanpa syarat.
BERBUAT BAIK KEPADA ORANG LAIN ITU TINDAKAN TERPUJI
TETAPI BERBUAT BAIK TANPA PAMRIH ITU ISTIMEWA
Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-11-02
Bacaan hari ini: Lukas 6:34-36
Ayat mas hari ini: Lukas 6:36
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 27-29; Titus 3
Di sebuah lembah sebelah utara pegunungan Alpen, Jerman, ada sebuah biara terkenal, namanya Maulbronn. Sejarah panjangnya bisa ditelusuri sejak tahun 1147. Pada 1993, oleh UNESCO, tempat tersebut diangkat sebagai salah satu warisan budaya dunia. Salah satu yang terkenal dari biara ini adalah sebuah mata air yang keluar dari sisi sebuah bukit. Aliran air tersebut dialirkan melalui sebatang pohon yang sudah terlebih dahulu dikosongkan, sehingga berbentuk pipa. Batangan pohon tersebut bersambung dengan batangan pohon lain. Begitu seterusnya. Derasnya aliran air membuat suara gemericik air menjadi salah satu atraksi tersendiri di sana.
Di samping rangkaian batang pohon itu terdapat sebuah tulisan dalam bahasa Jerman, yang artinya: “Jika ada orang yang datang dan meminum air ini, apakah mereka akan berterima kasih? Tetapi, tidak apa-apa, bagaimanapun saya akan terus mengalir dan bergemericik. Betapa indah dan sederhananya hidup saya: saya memberi dan terus memberi.”
Berbuat baik kepada sesama tanpa memperhitungkan balas jasa atau pun ucapan terima kasih adalah salah satu aspek dari kemurahan hati. Dan, murah hati (bahasa Yunani: eleemon) adalah salah satu karakter Bapa. Dia berbuat baik kepada orang yang tidak tahu berterima kasih, bahkan juga kepada yang jahat (ayat 35). Tuhan ingin kita, para pengikut-Nya, mempunyai kualitas hidup “lebih” dari yang biasa—kalau kita hanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, apalah istimewanya? Maka, perlu kita bercermin kepada kemurahan hati Bapa; yang memberi tanpa pamrih, berbagi tanpa syarat.
BERBUAT BAIK KEPADA ORANG LAIN ITU TINDAKAN TERPUJI
TETAPI BERBUAT BAIK TANPA PAMRIH ITU ISTIMEWA
Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-11-02
Sunday, 31 October 2010
renungan senin, 1 november 2010
Bangun Lagi
Bacaan hari ini: Yosua 1:1-9
Ayat mas hari ini: Amsal 24:16
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 24-26; Titus 2
Bruce adalah raja negeri Skotlandia pada zaman dulu. Enam kali ia gagal memimpin pasukannya melawan Inggris. Mereka selalu kalah dihajar musuh dan terpaksa melarikan diri ke hutan. Sementara bersembunyi di gubuk kosong—menyesali kegagalannya dan berputus asa, ia melihat laba-laba yang merajut sarang. Enam kali berturut-turut serangga itu berusaha sekuat tenaga mengaitkan salah satu ujung benang ke balok kayu di seberang, tetapi selalu gagal. “Kasihan, seharusnya kau menyerah saja!” bisik hati Bruce. Namun, laba-laba itu mencoba lagi dan berhasil! Ini memberinya inspirasi dan semangat baru. “Aku akan bertempur lagi untuk yang ketujuh kalinya!” teriak Bruce. Ia bangun, mengumpulkan dan melatih lagi sisa-sisa pasukannya; mengatur strategi dan menggempur kembali pertahanan musuh, sampai mereka terusir dari tanah airnya.
Semangat juang dan pantang menyerah memang perlu, terlebih di masa kesukaran. Yosua, sepeninggal Musa, mesti memimpin Israel masuk tanah perjanjian. Tuhan memberinya semangat supaya tidak kecut dan tawar hati (Yosua 1:9). Sebab, tawar hati hanya membuat kekuatan berkurang. Seperti nasihat penulis Amsal: “Tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali” (Amsal 24:16).
Salah satu penyebab orang tawar hati adalah kegagalan berulang kali. Namun, banyak tokoh besar dunia punya sederet pengalaman gagal sebelum berhasil tiba di puncak. Sebut saja Abraham Lincoln dan Albert Einstein. Yang pasti, keberhasilan mereka tak akan terpatri di sejarah jika pada kegagalan terakhir mereka tidak mau bangun lagi. Apakah kegagalan sedang menimpa Anda? Jangan tawar hati atau menyerah; bangkit dan berjuanglah lagi!
TAK SOAL BERAPA KALI ANDA JATUH
YANG PENTING, MASIHKAH ANDA MAU BANGUN KEMBALI?
Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-11-1
Bacaan hari ini: Yosua 1:1-9
Ayat mas hari ini: Amsal 24:16
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 24-26; Titus 2
Bruce adalah raja negeri Skotlandia pada zaman dulu. Enam kali ia gagal memimpin pasukannya melawan Inggris. Mereka selalu kalah dihajar musuh dan terpaksa melarikan diri ke hutan. Sementara bersembunyi di gubuk kosong—menyesali kegagalannya dan berputus asa, ia melihat laba-laba yang merajut sarang. Enam kali berturut-turut serangga itu berusaha sekuat tenaga mengaitkan salah satu ujung benang ke balok kayu di seberang, tetapi selalu gagal. “Kasihan, seharusnya kau menyerah saja!” bisik hati Bruce. Namun, laba-laba itu mencoba lagi dan berhasil! Ini memberinya inspirasi dan semangat baru. “Aku akan bertempur lagi untuk yang ketujuh kalinya!” teriak Bruce. Ia bangun, mengumpulkan dan melatih lagi sisa-sisa pasukannya; mengatur strategi dan menggempur kembali pertahanan musuh, sampai mereka terusir dari tanah airnya.
Semangat juang dan pantang menyerah memang perlu, terlebih di masa kesukaran. Yosua, sepeninggal Musa, mesti memimpin Israel masuk tanah perjanjian. Tuhan memberinya semangat supaya tidak kecut dan tawar hati (Yosua 1:9). Sebab, tawar hati hanya membuat kekuatan berkurang. Seperti nasihat penulis Amsal: “Tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali” (Amsal 24:16).
Salah satu penyebab orang tawar hati adalah kegagalan berulang kali. Namun, banyak tokoh besar dunia punya sederet pengalaman gagal sebelum berhasil tiba di puncak. Sebut saja Abraham Lincoln dan Albert Einstein. Yang pasti, keberhasilan mereka tak akan terpatri di sejarah jika pada kegagalan terakhir mereka tidak mau bangun lagi. Apakah kegagalan sedang menimpa Anda? Jangan tawar hati atau menyerah; bangkit dan berjuanglah lagi!
TAK SOAL BERAPA KALI ANDA JATUH
YANG PENTING, MASIHKAH ANDA MAU BANGUN KEMBALI?
Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-11-1
Subscribe to:
Posts (Atom)