Tuesday, 1 March 2011

renungan selasa, 2 maret 2011

Burj Khalifa
Bacaan hari ini: 1 Raja-raja 6:1-13
Ayat mas hari ini: 1 Raja-raja 6:12
Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 28-30
Burj Khalifa di kota Dubai, Uni Emirat Arab, adalah gedung tertinggi di dunia yang diresmikan pada 4 Januari 2010. Dibangun dengan dana mencapai kira-kira 13,5 triliun rupiah, gedung ini memiliki tinggi 828 meter dan terdiri dari 160 lantai. Konon karena tingginya yang luar biasa, gedung ini terlihat dari jarak 100 kilometer. Dan, dari puncak gedungnya kita dapat melihat negara Iran. Sungguh suatu pencapaian yang mengagumkan!
     Namun, jauh sebelum Burj Khalifa berdiri, manusia sudah pernah berusaha membangun gedung yang terbesar dan termegah. Dua di antaranya adalah menara Babel dan Bait Allah. Menara Babel didirikan tak lama setelah peristiwa air bah, sebagai usaha manusia untuk “mencari nama” bagi dirinya sendiri (Kejadian 11:1-9). Suatu lambang keangkuhan manusia yang ingin terlepas dari Allah. Di sisi lain, Bait Allah dibangun di Yerusalem sebagai simbol kehadiran Allah di tengah bangsa Israel. Kemegahannya mengingatkan manusia akan kemuliaan Tuhan. Kehadirannya mengingatkan bahwa bangsa Israel dibawa keluar dari Mesir untuk menjadi umat-Nya, menyatakan kemuliaan-Nya kepada semua bangsa.
Dalam upaya kita mengejar keberhasilan dalam hidup, jangan sampai kita membangun Menara Babel, bukannya Bait Allah. Jangan sampai diri kita yang paling dipuji dan dimuliakan karena kejayaan pribadi. Namun, arahkan orang agar memuji Tuhan yang telah memberikannya. Ini dapat dilakukan dengan pertama-tama tidak malu mengakui iman kita. Lalu, menjadi saksi bahwa keberhasilan kita adalah anugerah-Nya semata, bukan kehebatan kita. Sehingga, yang layak dipuji bukanlah kita, melainkan Tuhan
KESUKSESAN KITA ADALAH KESEMPATAN
UNTUK SEMAKIN MEMULIAKAN TUHAN
Penulis: Alison Subiantoro
Sumber : http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2011-03-02
 

renungan senin, 1 maret 2011

Perubahan  
Bacaan hari ini: Roma 8:12-17
Ayat mas hari ini: Roma 8:15
Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 25-27          
Ada sebuah lagu dengan isi liriknya demikian: Sedikit demi sedikit/Tiap hari tiap sifat/Yesus mengubahku/Sejak ku t’rima Dia/tumbuh dalam anugrah-Nya/Yesus mengubahku. Lagu ini mengajarkan sebuah kebenaran bahwa kita harus mengalami perubahan dalam hidup kita. Semakin hari kita harus terus berubah untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Dan, perubahan tersebut bukan hasil usaha kita, melainkan anugerah Yesus Kristus yang mengubah kita. Sejak kapan? Sejak kita menerima Dia sebagai Juru Selamat pribadi kita.
       Rasul Paulus—dalam suratnya kepada jemaat di Roma—sesungguhnya sudah mengingatkan kita akan hal ini. Sebagai anak Allah, kita harus memiliki sifat-sifat Allah. Caranya, kita harus terlebih dahulu menerima Roh Kudus (ayat 15). Lalu, hidup di dalam kuasa-Nya dan rela dipimpin Roh Kudus (ayat 13), dengan cara mematikan perbuatan dosa dalam hidup kita dan mengikuti bimbingan-Nya. Dan, yang terakhir sebagai ganjarannya kita akan diangkat menjadi ahli waris-Nya dan berhak menerima janji-janji-Nya.
Kembali pada lagu di atas, bagian refrein dari lagu tersebut mengatakan demikian: Dia ubahku/Oh Juru S’lamat/Ku tidak seperti yang dulu lagi/Meskipun tampak lambat/Tapi ku tahu/Ku makin sempurna nanti. Ketika Tuhan mengubahkan hidup kita, maka kita tidak akan sama seperti dulu. Status kita sudah berubah. Sekarang kita adalah anak-anak Allah, karena itu hendaknya kita hidup sebagai anak-anak Allah. Perubahan itu bukan proses sekali jadi, tetapi kita harus yakin bahwa kita sedang menuju kesempurnaan sebagai anak Allah
INTI DARI KEKRISTENAN ADALAH MENGALAMI PERUBAHAN
SEMAKIN HARI SEMAKIN SEMPURNA SEPERTI KRISTUS
Penulis: Riand Yovindra
sumbernya : http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2011-03-01
 
  

Monday, 28 February 2011

renungan senin, 28 februari 2011

Rajawali Membubung Tinggi 
 
Bacaan hari ini: Yesaya 40:28-31
Ayat mas hari ini: Yesaya 40:31
Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 23-24

Apa rahasia orang belajar berenang? Bagaimana mungkin dengan berat badan yang tidak ringan, seseorang bisa mengapung di air, bahkan bergerak maju dengan pelbagai gaya? Satu prinsip awal berenang ialah belajar “percaya” pada air. Jika kita “menyerah” pada air, tubuh kita akan mengapung. Sebaliknya, jika kita “melawan” air, mengencangkan otot-otot sampai kaku, kita malah tenggelam. Itu kuncinya. Memercayakan diri kepada air.
Ayat 31 melukiskan tentang rajawali yang membubung tinggi. Rajawali memang suka terbang tinggi, seperti dilukiskan di Perjanjian Lama. Ia terbang dan membuat sarang di ketinggian (Yeremia 49:16; Obaja 4). Ia bisa naik ke gunung Libanon; mengambil puncak pohon aras yang tinggi sekali (Yehezkiel 17:3). Padahal di ketinggian, angin berembus kuat. Bagaimana rajawali dapat terbang dengan begitu ringan dan tenang? Rupanya ia punya cara jitu. Daripada melawan angin, ia memanfaatkannya untuk bergerak bersama tiupan angin. Ia “memercayakan” diri pada dorongan angin untuk maju. Jadi, sebenarnya ia bukan terbang, melainkan melayang di ketinggian. Melayang bukan dengan kekuatannya sendiri, melainkan dorongan angin.
Tatkala angin kesulitan hidup menghantam, apakah tanggapan kita? Mengeluh, mengaduh, geram, marah, berteriak, menuduh orang lain, menyalahkan Tuhan—itu yang lazim. Kita melawannya dengan kekuatan sendiri. Padahal percuma. Kita akan kelelahan. Terengah-engah dan frustrasi. Kesulitan yang kian besar justru harus menjadi “kendaraan” kita untuk kian berserah, memercayakan diri pada bimbingan Tuhan. Izinkan Roh-Nya membawa kita “melayang” di tengah embusan angin persoalan
KETIKA TANTANGAN HIDUP MEMBESAR
PERBESARLAH KEPERCAYAAN KITA KEPADA-NYA


Penulis: Pipi Agus Dhali
SUMBER : http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2011-02-28