Tuesday, 2 November 2010

renungan rabu, 3 november 2010

Misionaris Domestik
Bacaan hari ini: Roma 10:8-14
Ayat mas hari ini: Roma 10:14
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 30-31; Filemon

Penduduk Indonesia saat ini sudah melewati angka 230 juta jiwa. Seiring dengan itu, jumlah misionaris yang melayani di Indonesia juga bertambah. Mengapa? Sebab hati mereka gelisah melihat begitu banyaknya jiwa di Indonesia belum mendengar kabar baik tentang Kristus—yang menyelamatkan manusia yang tak berdaya menyelamatkan dirinya sendiri. Saking besarnya keinginan mereka untuk menyampaikan Injil, para misionaris rela bersusah-susah belajar bahasa Indonesia, memahami dan beradaptasi dengan budaya dan tradisi yang kental, bahkan harus hidup bersama suku-suku tertentu dalam waktu yang tidak singkat. Satu tujuan besar yang melandasi tekad mereka: agar semua mendengar Injil.
Ayat-ayat di bacaan kita mengingatkan bahwa Allah kita adalah Tuhan bagi semua orang yang mau berseru kepada-Nya (ayat 12). Bahwa setiap orang yang berseru kepada-Nya akan diselamatkan. Namun agar orang selamat, maka ia harus mendengar (ayat 14). Dan tak ada suara dari langit yang akan diperdengarkan, melainkan dari mulut-mulut orang percaya yang telah lebih dulu diselamatkan, seperti para misionaris itu, dan kita.
Sebagai orang Indonesia, kita tentu sudah sangat fasih memakai bahasa kita sendiri, serta sudah sangat paham adat dan budaya yang berlaku di daerah kita tinggal. Singkatnya, kita memiliki modal yang jauh lebih banyak dibandingkan para misionaris yang memberi diri itu. Akan tetapi, sudahkah kita menyampaikan kabar tentang Kristus pada orang-orang di sekitar kita tinggal? Sudahkah mereka mendengarnya dari kita? Tuhan menolong setiap hamba yang mau bekerja bagi-Nya.
KITA TURUT BERTANGGUNG JAWAB ATAS KESELAMATAN MEREKA
KHUSUSNYA YANG BERBAHASA SAMA DENGAN KITA


Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-11-03

renungan selasa, 2 november 2010

Memberi Tanpa Pamrih
Bacaan hari ini: Lukas 6:34-36
Ayat mas hari ini: Lukas 6:36
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 27-29; Titus 3

Di sebuah lembah sebelah utara pegunungan Alpen, Jerman, ada sebuah biara terkenal, namanya Maulbronn. Sejarah panjangnya bisa ditelusuri sejak tahun 1147. Pada 1993, oleh UNESCO, tempat tersebut diangkat sebagai salah satu warisan budaya dunia. Salah satu yang terkenal dari biara ini adalah sebuah mata air yang keluar dari sisi sebuah bukit. Aliran air tersebut dialirkan melalui sebatang pohon yang sudah terlebih dahulu dikosongkan, sehingga berbentuk pipa. Batangan pohon tersebut bersambung dengan batangan pohon lain. Begitu seterusnya. Derasnya aliran air membuat suara gemericik air menjadi salah satu atraksi tersendiri di sana.
Di samping rangkaian batang pohon itu terdapat sebuah tulisan dalam bahasa Jerman, yang artinya: “Jika ada orang yang datang dan meminum air ini, apakah mereka akan berterima kasih? Tetapi, tidak apa-apa, bagaimanapun saya akan terus mengalir dan bergemericik. Betapa indah dan sederhananya hidup saya: saya memberi dan terus memberi.”
Berbuat baik kepada sesama tanpa memperhitungkan balas jasa atau pun ucapan terima kasih adalah salah satu aspek dari kemurahan hati. Dan, murah hati (bahasa Yunani: eleemon) adalah salah satu karakter Bapa. Dia berbuat baik kepada orang yang tidak tahu berterima kasih, bahkan juga kepada yang jahat (ayat 35). Tuhan ingin kita, para pengikut-Nya, mempunyai kualitas hidup “lebih” dari yang biasa—kalau kita hanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, apalah istimewanya? Maka, perlu kita bercermin kepada kemurahan hati Bapa; yang memberi tanpa pamrih, berbagi tanpa syarat.
BERBUAT BAIK KEPADA ORANG LAIN ITU TINDAKAN TERPUJI
TETAPI BERBUAT BAIK TANPA PAMRIH ITU ISTIMEWA


Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-11-02

Sunday, 31 October 2010

renungan senin, 1 november 2010

Bangun Lagi
Bacaan hari ini: Yosua 1:1-9
Ayat mas hari ini: Amsal 24:16
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 24-26; Titus 2

Bruce adalah raja negeri Skotlandia pada zaman dulu. Enam kali ia gagal memimpin pasukannya melawan Inggris. Mereka selalu kalah dihajar musuh dan terpaksa melarikan diri ke hutan. Sementara bersembunyi di gubuk kosong—menyesali kegagalannya dan berputus asa, ia melihat laba-laba yang merajut sarang. Enam kali berturut-turut serangga itu berusaha sekuat tenaga mengaitkan salah satu ujung benang ke balok kayu di seberang, tetapi selalu gagal. “Kasihan, seharusnya kau menyerah saja!” bisik hati Bruce. Namun, laba-laba itu mencoba lagi dan berhasil! Ini memberinya inspirasi dan semangat baru. “Aku akan bertempur lagi untuk yang ketujuh kalinya!” teriak Bruce. Ia bangun, mengumpulkan dan melatih lagi sisa-sisa pasukannya; mengatur strategi dan menggempur kembali pertahanan musuh, sampai mereka terusir dari tanah airnya.
Semangat juang dan pantang menyerah memang perlu, terlebih di masa kesukaran. Yosua, sepeninggal Musa, mesti memimpin Israel masuk tanah perjanjian. Tuhan memberinya semangat supaya tidak kecut dan tawar hati (Yosua 1:9). Sebab, tawar hati hanya membuat kekuatan berkurang. Seperti nasihat penulis Amsal: “Tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali” (Amsal 24:16).
Salah satu penyebab orang tawar hati adalah kegagalan berulang kali. Namun, banyak tokoh besar dunia punya sederet pengalaman gagal sebelum berhasil tiba di puncak. Sebut saja Abraham Lincoln dan Albert Einstein. Yang pasti, keberhasilan mereka tak akan terpatri di sejarah jika pada kegagalan terakhir mereka tidak mau bangun lagi. Apakah kegagalan sedang menimpa Anda? Jangan tawar hati atau menyerah; bangkit dan berjuanglah lagi!
TAK SOAL BERAPA KALI ANDA JATUH
YANG PENTING, MASIHKAH ANDA MAU BANGUN KEMBALI?


Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-11-1

Thursday, 28 October 2010

renungan jumat, 29 oktober 2010

Akibat Salah Bergaul Bacaan hari ini: 1 Raja-raja 12:3-11
Ayat mas hari ini: Amsal 13:20
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 18-19; 2 Timotius 3

Berbagai penelitian mengungkap bahwa pengaruh teman terhadap pengambilan keputusan dan perilaku seseorang sangat besar. Hasil penelitian Profesor Dadang Hawari, misalnya, menyatakan bahwa 81,3% pengguna narkotika didorong oleh pengaruh teman. Komnas Perlindungan Anak juga mencatat pengaruh teman sebagai salah satu pendorong utama anak-anak terjerumus ke dalam kebiasaan merokok. Di Amerika pernah dilakukan penelitian tentang bagaimana seseorang memutuskan membeli sebuah barang. Hasilnya, pengaruh teman menduduki urutan nomor dua di bawah iklan.
Besarnya pengaruh teman tak dapat disangkal. Kedekatan dan keakraban dengan seseorang dapat membuat kita percaya bahkan memercayakan diri, kepadanya. Kita bisa lebih mendengar dan menghargai pendapatnya daripada orang lain, bahkan keluarga. Tak jarang keputusan kita ikut ditentukan oleh teman.
Itulah yang dialami oleh Rehabeam, anak Salomo, cucu Daud. Suatu ketika ia harus berhadapan dengan perkara yang pelik (ayat 4). Pertama-tama ia datang kepada para penasihat, para tua-tua yang pernah menjadi pendamping ayahnya (ayat 6,7). Namun, ia kemudian mengabaikan nasihat mereka dan memilih untuk mengikuti nasihat dari teman-teman sebayanya (ayat 8). Akibatnya pun sangat fatal: rakyat memberontak terhadap Dinasti Daud.
Siapa teman-teman dekat kita akan turut mengasah pemikiran dan batin kita, bahkan juga membentuk kebiasaan-kebiasaan dan karakter kita. Tidak jarang teman-teman dekat kita itu juga turut memengaruhi keberhasilan dan kegagalan kita, bahagia dan derita kita. Maka, baiklah kita berhati-hati memilih teman-teman dekat.

PILIHLAH DAN JADILAH TEMAN YANG BIJAK
AGAR DARI SETIAP HIDUP DIHASILKAN BUAH BERKAT YANG BANYAK

Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-10-29

Wednesday, 27 October 2010

renungan kamis, 28 oktober 2010

Budak
Bacaan hari ini: Lukas 17:7-10
Ayat mas hari ini: Lukas 17:10
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 15-17; 2 Timotius 2

Menurut Wikipedia, perbudakan adalah sebuah sistem di mana manusia menjadi hak milik orang lain. Dan sejak mereka dibeli atau ditebus oleh seseorang, maka budak itu tidak lagi punya hak atas dirinya sendiri. Ia harus mengabdi penuh pada tuannya, sama sekali tak boleh menolak jika disuruh bekerja, apalagi meminta upah—yang berupa pujian sekalipun. Bahkan dalam beberapa budaya, para pemilik budak dilegalkan untuk membunuh budak yang hak hidupnya ada di tangan mereka.
Di Alkitab kita juga mengenal istilah “hamba” sebagai ganti kata “budak”. Dan serupa dengan budak, sesungguhnya hidup kita pun sudah “dibeli lunas” oleh Tuhan dengan sangat mahal—tak terbeli oleh harta apa pun—yakni dengan darah-Nya sendiri (1 Petrus 1:19). Itu berarti hidup kita bukan hak kita sendiri lagi (Galatia 2:20), melainkan hak Tuhan sepenuhnya, yang “membeli” kita. Maka, bukan keinginan dan mau kita yang semestinya kita lakukan selagi singgah di bumi ini, melainkan kemauan dan kerinduan Tuhan Yesus, Pemilik hidup kita.
Itu sebabnya, mari kita giat melakukan pekerjaan Tuhan. Kita yang tak punya hak hidup atas diri kita sendiri tak sepatutnya menolak bekerja bagi Dia. Hidup kita—dengan segala talenta yang dipunya—adalah milik Tuhan. Maka, kita harus memakainya untuk memuliakan Dia. Lakukan segala pekerjaan baik dengan setiap talenta kita, sebaik dan semaksimal mungkin. Dan jika kita telah melakukannya, tak perlu kita mengharap pujian atau ucapan terima kasih. Sebab semuanya dari Dia, dilakukan oleh pertolongan-Nya, dan bagi kemuliaan-Nya saja (Roma 11:36). Dan, kita hanya “melakukan apa yang seharusnya kita lakukan”
SEBAB HIDUP INI BUKAN HAK KITA LAGI
MAKA SEMUA YANG KITA LAKUKAN HANYALAH YANG DIA INGINI


Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-10-28

Tuesday, 26 October 2010

renungan rabu, 27 oktober 2010

Menang dalam Penjara Bacaan hari ini: 2 Korintus 4:16-18
Ayat mas hari ini: 2 Korintus 4:17
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 12-14; 2 Timotius 1

Dalam buku A Day in the Life of Ivan Denisovich, Alexander Solzhenitsyn mengisahkan Ivan yang mengalami berbagai kengerian dalam kamp tahanan di Soviet. Suatu hari, ketika ia berdoa dengan mata terpejam, seorang tahanan lain memperhatikan dan mengejek, “Doa tidak akan membantumu keluar lebih cepat dari tempat ini.” Setelah membuka matanya, Ivan menjawab, “Aku berdoa bukan untuk keluar dari penjara, tetapi aku berdoa agar dapat melakukan kehendak Allah di dalam penjara.”
Sikap umum orang dalam menghadapi masalah kemungkinan besar mirip dengan sikap tahanan lain itu terhadap penjara: menganggapnya sebagai sesuatu yang sebaiknya ditinggalkan secepat mungkin. Orang melamunkan kehidupan yang bebas dari masalah. Rasul Paulus juga pernah mengalami pemenjaraan—itu hanya sebagian dari penderitaan yang bertubi-tubi menimpanya. Akan tetapi, ia tidak melihat aneka penderitaan itu sebagai rintangan semata. Ia tidak menjadi kecewa karenanya. Ia menganggap penderitaan itu dipakai Tuhan sebagai alat untuk menguatkan kehidupan rohaninya hari demi hari, meneguhkan iman dan pengharapannya akan kekekalan. Apabila dibandingkan dengan upah kekal tersebut, penderitaan itu dapat dipandang sebagai masalah yang dapat dihadapi dan dilampaui.
Kita masing-masing mungkin sedang merasa terpenjara oleh suatu masalah. Dalam keadaan demikian, apakah yang akan kita minta dari Tuhan? Meminta Tuhan membebaskan kita dari masalah itu—habis perkara? Atau, meminta Tuhan agar memakainya untuk menguatkan iman dan pengharapan kita akan kekekalan?

PENGHARAPAN AKAN KEKEKALAN MERINGANKAN KITA
DALAM MENANGGUNG PENDERITAAN DI DUNIA YANG FANA

Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-10-27


 

Monday, 25 October 2010

renungan selasa, 26 oktober 2010

Rakus Bacaan hari ini: Bilangan 11:4-6; 31-35
Ayat mas hari ini: Lukas 11:3
Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 9-11; 1 Timotius 6

Sepasang pengantin merayakan pesta pernikahan mereka di sebuah restoran mewah di Taipei. Sebagai bonus, keduanya boleh minum bir dan wine sepuasnya tanpa biaya tambahan. Mumpung gratis, Wu, si pengantin pria, menenggak minuman keras sebanyak-banyaknya. Sepulang dari pesta, wajahnya mendadak pucat. Segera Wu dilarikan ke rumah sakit. Jantungnya tidak tahan menerima asupan alkohol begitu banyak. Malam itu juga ia meninggal. Pada hari pernikahannya.
Kerakusan berbahaya. Nafsu rakus muncul saat orang merasa berhak memperoleh lebih. Umat Israel telah diberi Tuhan cukup makanan. Setiap pagi mereka menerima mukjizat. Manna tersedia di depan tenda. Tinggal dipungut dan dimasak. Namun, nafsu rakus membuat mereka tidak puas. Mereka menuntut lebih: minta diberi daging. Tuhan murka, lalu menghukum dengan menuruti kemauan mereka. Dikirimnya burung-burung puyuh. Banyak sekali. Setiap orang mengumpulkan minimal 10 homer. Setara dengan 50 ember besar berisi daging puyuh! Setelah diawetkan dengan cara dikeringkan, daging itu malah jadi makanan beracun yang mematikan.
Nafsu rakus muncul bukan cuma dalam soal makan-minum, melainkan juga dalam soal harta, kuasa, seks, pengetahuan, pengaruh, dan lain-lain. Gejalanya: kita merasa tidak puas terhadap berkat Tuhan, lalu menuntut lebih. Lalu segala cara pun kita tempuh. Hati kita berbisik: “Ayo, ambil lebih banyak lagi. Kamu bisa!” Jika nafsu rakus itu akhirnya bisa tersalurkan karena ada kesempatan, jangan buru-buru berkata: “Itu berkat Tuhan!” Bisa jadi itu sebuah hukuman!

HUKUMAN TUHAN PALING MENGERIKAN
IALAH SAAT DIA MEMBIARKAN ANDA PUNYA SEMUA YANG ANDA INGINKAN

 
Sumber :
http://renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-10-26

renungan senin, 25 oktober 2010

Air Kehidupan


Bacaan: Yohanes 4:1-42

Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.- Yohanes 4:14


Tidak dapat disangkal lagi bahwa air adalah unsur terpenting dalam kehidupan. Tanpa air, tidak ada kehidupan. Demikian juga suplai air di sebuah area akan menentukan apakah area tersebut menjadi gurun yang kering, panas dan tandus, ataukah area tersebut menjadi hutan yang sejuk, rindang dan banyak kehidupan ada di situ. Tersedianya air yang cukup di sebuah area membuat banyak tumbuhan atau pohon hidup di situ. Banyak pohon yang hidup membuat organisme yang lain juga akan hidup di situ. Selain itu, pohon juga akan melepaskan kelebihan air yang terserap (yang mengandung oksigen) ke udara sehingga daerah di sekitarnya menjadi sejuk dan segar secara alami.
Pohon mampu menciptakan kehidupan bagi organisme yang lain dan membuat keadaan di sekitarnya menjadi sejuk dan segar. Itu terjadi kalau sebuah pohon mendapat suplai air yang cukup lebih dulu. Pelajaran rohani yang kita dapatkan dari hal ini adalah kita baru bisa menjadi berkat bagi orang lain dan menciptakan keadaan yang lebih baik kalau kita sendiri diberkati lebih dulu. Sangat tidak mungkin kita bisa menjadi berkat bagi orang lain dan menciptakan suasana yang sejuk, sementara kita sendiri dalam keadaan “kering, gersang dan tandus”.
Jika kita ingin menjadi berkat bagi orang lain, kita harus lebih dulu menimba dari Air Kehidupan dan membiarkan Tuhan terus mengisi bejana hidup kita sampai penuh hingga meluber dan memberkati orang-orang yang ada di sekeliling kita. Tanpa kita menimba dari Air Kehidupan, yang ada hanyalah kegersangan dan ketandusan di dalam hidup. Logikanya, bagaimana mungkin kita bisa membawa kesegaran bagi orang lain sementara jiwa kita mengalami kekeringan dan kegersangan? Yesus pernah berkata, “Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang." (Matius 15:14) Itulah gambaran sederhana jika seseorang yang hatinya sedang kering, gersang, penuh luka hati dan kepahitan, mencoba menuntun orang lain. Bukannya orang lain menemui jalan yang tepat, tapi dua-duanya justru akan jatuh ke dalam lobang.
Tidak mungkin kita bisa menciptakan kesegaran di luar, jika suasana hati kita sedang kering dan gersang.

(Kwik)


SUMBER;
http://www.renungan-spirit.com/renungan-kristen.html